A.
Pengertian
HAM
Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia) menurut Jan Materson dari
komisi HAM PBB, HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpa
hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang
dibawa sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan, bukan pemberian manusia ataupun
penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan manusia
yang bersifat kodrati yakni ia tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.
Pengertian HAM terdapat dalam UU tentang Hak Asasi Manusia pasal 1,
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan merupakan anugerah yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, pemerintah, hukum dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
B.
Sejarah
Lahirnya HAM
Berbicara mengenai sejarah HAM atau sejarah Hak Asasi Manusia, para
pakar HAM berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta.
Piagam ini menyatakan bahwa raja yang semula memiliki kekuasaan absolut (raja
yang menciptakan hukum, akan tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum),
kekuasaan raja tersebut dibatasi dan mulai dapat diminta pertanggungjawabannya di
muka hukum. Dari piagam tersebut kemudian lahir suatu doktrin bahwa raja tidak
kebal hukum lagi serta bertanggungjawab kepada hukum.
Sejak lahirnya piagam ini maka dimulailah babak baru bagi
pelaksanaan HAM yaitu jika raja melanggar hukum ia harus diadili dan
mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Hal ini menunjukkan
bahwa sejak itu sudah mulai dinyatakan bahwa raja terikat dengan hukum dan
bertanggungjawab kepada rakyat, namun kekuasaan membuat undang-undang pada masa
itu lebih banyak berada di tangannya.
Lahirnya Magna Charta ini kemudian diikuti oleh perkembangan yang
lebih konkrit dengan lahirnya Bill of Rights di Inggris tahun 1689. Bersamaan
dengan peristiwa itu timbullah adagium yang intinya bahwa manusia sama di muka
hukum. Adagium ini selanjutnya memperkuat dorongan timbulnya supremasi negara
hukum dan demokrasi. Dengan hadirnya Bill of Rights telah menghasilkan
asas persamaan yang harus diwujudkan betapapun berat resiko yang akan dihadapi,
sebab hak kebebasan baru dapat diwujudkan kalau ada hak persamaan.
Perkembangan sejarah HAM Selanjutnya ditandai dengan kemunculan The
American Declaration of Independence di Amerika Serikata yang lahit
dari semangat paham Monesquieu dan Rousseau. Jadi sekalipun di
negara kedua tokoh HAM itu yakni Inggris dan Perancis belum lahir rincian HAM,
namun di Amerika telah muncul. Sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia
adalah merdeka sejak di dalam perut ibunya, sehingga sangat tidak masuk akal
bila sesudah lahir ia harus dibelenggu.
Perkembangan sejarah
HAM selanjutnya pada tahun 1789 lahir The French Declaration, dimana hak asasi
manusia ditetapkan lebih rinci lagi yang kemudian menghasilkan dasar-dasar
ngera hukum. Dalam dasar-dasar ini antara lain dinyatakan bahwa tidak boleh
terjadi penangkapan dan penahanan yang semena-mena, juga termasuk ditangkap
tanpa alasan yang sah atau ditahan tanpa surat perintah penangkapan, yang
dikeluarkan oleh pejabat yang sah.
C. Sejarah Perkembangan HAM
Setelah dunia mengalami
dua proses peperangan yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, dimana hak
hak asasi manusia telah diinjak-injak, timbul keinginan unutk merumuskan hak
hak asasi manusia itu di dalam suatu naskah Internasional. Usaha ini baru
dimulai tahun 1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human
Rights yaitu pernyataan sedunia tentang hak hak asasi manusia oleh
negara-negara yang tergabung dalam PBB. Lahirnya deklarasi HAM Universal
merupakan reaksi atas kejahatan keji kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum
sosialis nasional di jerman selam 1933 sampai 1945.
erwujudnya deklarasi
HAM yang dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses
yang cukup panjang dan melelahkan. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah
HAM yang mendasari kehidupan manusia dan yang bersifat universal dan asasi.
Hak-hak manusia yang
telah dirumuskan sepanjang abad ke-17 dan 19 ini sangat dipengaruhi oleh
gagasan mengenai hukum alam, sepertian yang dirumuskan oleh John Lock dan Jean
Jaques Rousseau dan hanya membatasi pada hak-hak yang bersifat politis saja,
sepertia kesamaan hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.
Dalam Sejarah HAM, pada
abab ke 20 hak-hak politik ini dianggap kurang sempurna dan mulailah dicetuskan
hak-hak lain yang lebih luas cakupan pembahasannya. Satu diantara yang sangat
terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh presiden Amerika F. D. Roosevelt
pada awal PD II. Sejalan dengan pemikiran ini maka PBB memprakarsai berdirinya
sebuah komisi HAM untuk pertama kali yang diberi nama Commission on Human
Rights pada tahun 1949. Komisi inilah yang kemudian menetapkan secara
terperinci beberapa hak-hak ekonomi dan sosia disamping hak-hak politisi.
D. Tujuan Diadakannya HAM
Dalam menangani masalah
yang berkaitan dengan HAM, Indonesia mengadakan lembaga yang mengurusi tentang
HAM yang disebut dengan KOMNAS HAM.
Berbicara mengenai
tujuan komnas HAM, maka komnas HAM bertujuan untuk :
(1) Tujuan Komnas HAM
yang pertama adalah untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan
hak asasi manusia dengan pancaila, UUD 1945 dan piagam PBB, serta Deklarasi
Universal HAM.
(2) Tujuan Komnas HAM
yang kedua ialah meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna
berkembangnysa pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
E.
Hubungan
Antara HAM dan Islam
Setelah dipaparkan bagaimana terbentuknya HAM dan PANDANGAN DARI
SEGI Islam, maka dapat kita ketahui bahwa dalam Islam sebenarnya telah
disampaikan materi tentang HAM yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang
tertuang dalam Piagam Madinah yang akan dibahas sebagai berikut.
F.
Piagam
Madinah
Piagam
Madinah (Bahasa Arab: صحیفة المدینه, shahifatul madinah) juga dikenal
dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun
oleh Nabi Muhammad
SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan
semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun
622.[1][2] Dokumen
tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk menghentikan
pertentangan sengit antara Bani
'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan
komunitas-komunitas pagan Madinah; sehingga membuat mereka menjadi suatu
kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut ummah.
Saat sudah menetap di
Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengatur hubungan antar
individu di Madinah. Berkait tujuan ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menulis sebuah peraturan yang dikenal dengan sebutan Shahîfah atau kitâb
atau lebih dikenal sekarang dengan sebutan watsîqah (piagam). Mengingat betapa
penting piagam ini dalam menata masyarakat Madinah yang beraneka ragam, maka
banyak ahli sejarah yang berusaha membahas dan meneliti piagam ini guna
mengetahui strategi dan peraturan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam menata masyarakatnya. Dari hasil penelitian mereka ini, mereka berbeda
pendapat tentang keabsahannya. Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah Fi Dhauil
Mashâdiril Ashliyyah, setelah membawakan banyak riwayat tentang piagam ini
berkesimpulan bahwa riwayat tentang Piagam Madinah derajatnya hasan
lighairihi[1].
1. SEJARAH PENULISAN PIAGAM
Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan : “Pendapat yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua piagam yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan kewajiban dan hak kaum muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Dan menurutku, pendapat yang lebih kuat yang menyatakan bahwa perjanjian dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar berkobar. Sedangkan piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca perang Badar[2]. At Thabariy rahimahullah mengatakan : “Setelah selesai perang Badar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah. Sebelum perang Badar berkecamuk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak membantu siapapun untuk melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, (sebaliknya-pent) jika ada musuh yang menyerang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah Rasulullah berhasil membunuh orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar , kaum Yahudi mulai menampakkan kedengkian ….. dan mulai melanggar perjanjian.
Penulis kitab as Sîratun Nabawiyah as Shahîhah mengatakan : “Pendapat yang kuat mengatakan bahwa piagam ini pada dasarnya terdiri dari dua piagam yang disatukan oleh para ulama ahli sejarah. Yang satu berisi perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan bagian yang lain menjelaskan kewajiban dan hak kaum muslimin, baik Anshâr maupun Muhâjirîn. Dan menurutku, pendapat yang lebih kuat yang menyatakan bahwa perjanjian dengan Yahudi ini ditulis sebelum perang Badar berkobar. Sedangkan piagam antara kaum Muhâjirîn dan Anshâr ditulis pasca perang Badar[2]. At Thabariy rahimahullah mengatakan : “Setelah selesai perang Badar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di Madinah. Sebelum perang Badar berkecamuk, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah agar kaum Yahudi tidak membantu siapapun untuk melawan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, (sebaliknya-pent) jika ada musuh yang menyerang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah, maka kaum Yahudi harus membantu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah Rasulullah berhasil membunuh orang-orang kafir Quraisy dalam perang Badar , kaum Yahudi mulai menampakkan kedengkian ….. dan mulai melanggar perjanjian.
Sedangkan kisah yang
dibawakan dalam Sunan Abu Daud rahimahullah yang menceritakan, bahwa setelah
pembunuhan terhadap Ka’ab bin al Asyrâf (seorang Yahudi yang sering menyakiti
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Madinah) dan orang-orang Yahudi dan
musyrik madinah mengeluhkan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk membuat
sebuah perjanjian yang harus mereka patuhi. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam menulis perjanjian antara kaum Yahudi dan kaum muslimin.
Ada kemungkinan ini
adalah penulisan ulang terhadap perjanjian tersebut. Dengan demikian, kedua
riwayat tersebut bisa dipertemukan [4], riwayat pertama yang dibawakan oleh
para ahli sejarah yang menyatakan kejadian itu sebelum perang Badar dan riwayat
kedua yang dibawakan oleh Imam Abu Daud rahimahullah yang menyatakan kejadian
itu setelah perang Badar.
Piagam Madinah terdiri
dari 17 isi yang berkaitan dengan kaum Muslimin, Musyrikin, Yahudi dan umum.
Berikut ini adalah poin inti dari hal-hal yang sudah disebutkan:
a. Point Yang Berkait dengan Kaum Muslimin
- Kaum mukminin yang berasal dari Quraisy dan Yatsrib (Madinah) serta yang bergabung dan berjuang bersama mereka adalah satu umat, yang lain tidak.
- Kaum mukminin yang berasal dari Muhâjirîn yang memiliki hubungan dengan Bani Sa’idah, Bani ‘Auf, Bani al Hârits, Bani Jusyam, Bani Najjâr, Bani Amr bin ‘Auf, Bani an Nabît dan al-Aus tetap boleh berada dalam kebiasaan yang sudah ada pada masa jahiliyah mereka, yaitu tolong-menolong dalam membayar diat diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil di antara mukminin.
- Sesungguhnya kaum Mukminin tidak boleh membiarkan orang yang menanggung beban berat karena memiliki keluarga besar atau utang diantara mereka, (tetapi mereka harus-pent) membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau diat.
- Orang-orang Mukmin yang bertaqwa harus menentang orang yang berbuat zhalim diantara mereka. Kekuatan mereka bersatu padu dalam menentang yang zhalim, meskipun orang yang zhalim itu adalah anak dari salah seorang diantara mereka.
- Jaminan Allah itu satu. Allah akan memberikan jaminan, sekalipun kepada kaum muslimin yang paling rendah derajatnya di mata masyarakat. Sesungguhnya mukminin itu saling membantu diantara mereka, tidak dengan yang lain.
- Sesungguhnya orang-orang Yahudi yang menaati kaum Mukminin berhak mendapatkan bantuan dan santunan selama kaum Yahudi tersebut tidak menzhalimi kaum muslimin dan tidak bergabung dengan musuh dalam memerangi kaum Muslimin.
b. Point Yang Berkait Dengan Kaum
Musyrik
- Kaum musyrik Madinah tidak boleh melindungi harta atau jiwa kaum kafir Quraisy (Makkah) dan juga tidak boleh menghalangi kaum muslimin darinya.
c. Point Yang Berkait Dengan Yahudi
- Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.
- Kaum Yahudi dari Bani ‘Auf adalah satu umat dengan mukminin. Kaum Yahudi berhak untuk menjalankan ibadah agama, budak-budak dan jiwa-jiwa mereka. Ketentuan ini juga berlaku bagi kaum Yahudi yang lain yang berasal dari bani Najjâr, bani Hârits, Bani Sâ’idah, Bani Jusyam, Bani al Aus, Bani dan Bani Tsa’labah yang merupakan kerabat kaum Yahudi yang tinggal di luar kota Madinah.
- Tidak ada seorang Yahudi pun yang dibenarkan ikut berperang, kecuali atas izin Nabi Muhammad SAW.
- Kaum Yahudi berkewajiban menanggung biaya perang kaum Muslimin dan kaum Muslimin pun juga berkewajiban menanggung biaya perang kaum Yahudi.
- Kaum muslimin dan Yahudi harus saling membantu dalam menghadapi orang yang memusuhi pendukung piagam ini, saling memberi nasehat serta membela pihak yang terzhalimi
d. Point Yang Berkait Dengan Ketentuan
Umum
- Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya suci bagi warga pendukung piagam ini. Dan sesungguhnya orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dan tidak khianat. Jaminan tidak boleh diberikan kecuali dengan seizin pendukung piagam ini.
- Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, maka penyelesaiannya menurut Allah dan Nabi-Nya, Muhammad SAW.
- Kaum kafir Quraisy (Mekkah) dan juga pendukung mereka tidak boleh diberikan jaminan keselamatan dan keamanan.
- Para pendukung piagam harus saling membantu dalam menghadapi musuh yang menyerang kota Yatsrib (Madinah).
- Orang yang keluar (bepergian) aman, orang berada di Madinah juga aman, kecuali mereka-mereka yang berbuat zhalim dan khianat. Dan Allah beserta Nabi-Nya adalah penjamin bagi orang yang baik dan bertakwa.
e. Hikmah dan Pelajaran yang Dapat Diambil dari Piagam Madinah
- Piagam ini dianggap sebagai peraturan hukum tertulis pertama di dunia.
- Ulama sejarah tidak mengatakan bahwa diantara hukum-hukum yang tercantum dalam piagam ini ada yang dinasakh (dihapus) kecuali perjanjian dengan Yahudi atau non muslim dengan tanpa kewajiban membayar jizyah (pajak). Hukum ini terhapus dengan firman Allah Azza wa Jalla dalam Surat at Taubah : 29.
- Sebagian para ulama mengatakan bahwa hubungan kaum muslimin dengan Yahudi yang terdapat dalam piagam tersebut sejalan dengan firman Allah dalam al Qur’an Surat al Mumtahanah/60 : 8.
- Piagam ini telah mengatur berbagai sisi kehidupan umat.
- Dalam piagam ini terdapat landasan
perundang-undangan, misalnya:a. Pembentukan umat berdasarkan aqidah dan
agama sehingga mencakup seluruh kaum muslimin dimanapun berada.
b. Pembentukan umat atau jama’ah berdasarkan tempat tinggal, sehingga mencakup muslim dan non muslim yang tinggal disana.
c. Adanya persamaan dalam pergaulan secara umum.
d. Larangan melindungi pelaku kriminal.
e. Larangan bagi kaum Yahudi untuk ikut berperang kecuali dengan izin Muhammad SAW.
f. Larangan perbuatan zhalim pada harta, kehormatan dan lain sebagainya.
g. Larangan melakukan perjanjian damai secara pribadi dengan musuh.
h. Larangan melindungi pihak musuh.
i. Keharusan ikut andil dalam pembiayaan yang diperlukan dalam rangka membela negara.
j. Keharusan membayar diyat dari yang melakukan pembunuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar